KARAWANG, NarasiKita.ID – Tokoh Muda sekaligus Ketua Forum Pemuda Jayakerta Bersatu (FPJB) menyuarakan keprihatinan dan kritik terbuka terhadap kebijakan Kepala Desa Kertajaya dan Jayamakmur yang diduga mengangkat istri masing-masing sebagai Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Menurutnya, langkah ini tidak hanya menabrak prinsip etika publik, tetapi juga berpotensi menciptakan konflik kepentingan yang serius dalam pengelolaan dana desa.
“BUMDes itu dikelola dari uang rakyat, bukan milik pribadi atau keluarga kepala desa. Kalau istri kades jadi ketua, lalu siapa yang akan mengawasi secara objektif?” kata Fuad Hasan kepada NarasiKita.ID, Kamis (22/05/2025).
Fuad menilai, praktik semacam ini mencederai semangat awal pendirian BUMDes sebagai motor ekonomi desa yang dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel. Ia meminta agar pemerintah desa membuka seluruh proses penunjukan pengurus, termasuk dasar pertimbangannya.
“Dan yang tanda tanya besar yaitu motifnya apa Kepala Desa menjadikan istrinya jadi Ketua BUMDes, emang di dua desa ini sudah tidak lagi warga yang lebih kompenten dan mampu mengelola BUMDes?. Atau jangan-jangan kepala desa tidak percaya kepada masyakaratnya sendiri?,” tanya Fuad.
Tak hanya soal penunjukan ketua BUMDes, Fuad juga mempertanyakan mengenai laporan pertanggungjawaban anggaran BUMDes tahun sebelumnya yang bisa diakses publik.
“Saya tanya, kemana hasil usaha BUMDes tahun lalu? Sudah dipakai untuk apa saja? Jangan sampai ini jadi lahan basah yang tidak tersentuh pengawasan,” tegasnya.
Yang paling disorot, kata Fuad, adalah anggaran sebesar 20 persen dari Dana Desa Tahap I Tahun 2025 untuk BUMDes yang dialokasikan untuk program ketahanan pangan.
“Program ini menyangkut kebutuhan dasar masyarakat, sehingga harus dikelola secara terbuka dan kami minta Kepala Desa untuk bisa menyampaikan kepada warganya, programnya apa, siapa pelaksananya, siapa penerimanya, dan berapa anggarannya. Jangan cuma disebut ‘program ketahanan pangan’ tanpa bukti realisasi,” tambahnya
Selain itu, Regulasi Tak Membenarkan Nepotisme Menurut Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pendamping Lokal Desa, pengelolaan BUMDes harus mengedepankan prinsip profesional, partisipatif, dan akuntabel.
“Meski tidak secara eksplisit melarang pengangkatan keluarga kades, aturan ini mengisyaratkan pentingnya menjaga independensi dan mencegah tumpang tindih kepentingan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan desa.
“Kalau semuanya ditutup-tutupi, berarti melanggar semangat undang-undang itu sendiri,” ujarnya
Ia berharap, inspektorat daerah atau dinas terkait di Kabupaten Karawang segera turun tangan untuk melakukan audit dan pembinaan terhadap pengelolaan BUMDes di kedua desa tersebut.
“Masyarakat berhak mengetahui tentang anggaran yang dikelola BUMDes. transparansi dan tanggung jawab itu wajib karena itu hak masyarakat,” tandasnya. (Yusup)