KARAWANG, NarasiKita.ID – Penyaluran bantuan sosial (bansos) Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di Kecamatan Jayakerta, Kabupaten Karawang, kembali menuai sorotan tajam. Ribuan warga penerima dipaksa antre berjam-jam di GOR Desa Kemiri akibat distribusi kartu ATM yang dikelola Bank BNI molor dan amburadul. Ironisnya, di tengah kekacauan itu, muncul pula informasi ratusan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang diblokir serta dugaan praktik monopoli agen BNI oleh oknum perangkat desa dan oknum Pendamping Sosial Masyarakat (PSM).
Kegiatan yang dijadwalkan rampung pukul 17.00 WIB, pada Rabu (17/09/2025), masih berlangsung hingga larut malam. Pantauan di lokasi, warga harus berdesakan di gedung yang penuh sesak tanpa alur antrean jelas. Kondisi ini membuat banyak penerima, termasuk lansia, ibu hamil, dan ibu-ibu yang membawa anak, kelelahan dan mengeluh.
“Saya datang dari jam setengah tiga siang, tapi sampai malam belum juga dipanggil. Kasihan yang sudah tua, banyak yang hampir pingsan. Bahkan tadi ada ibu-ibu yang mau melahirkan sampai dibawa pakai ambulans,” keluh seorang warga.
Seorang pendamping sosial di Kecamatan Jayakerta menyebut, kebijakan memusatkan penyaluran KKS di satu titik ditentukan langsung oleh Bank BNI. Usulan agar penyaluran dibagi ke tiga lokasi sempat diajukan, namun ditolak tanpa alasan jelas. Akibatnya, lebih dari 2.000 orang dipaksa hadir setiap hari di satu lokasi dengan jadwal yang padat, sebagaimana data resmi distribusi untuk 4.561 penerima di delapan desa.
Di tengah situasi tersebut, upaya wartawan untuk meminta klarifikasi soal blokir KPM dan dugaan monopoli agen BNI justru berakhir buntu. Kasi Kesejahteraan Sosial (Kesos) Kecamatan Jayakerta yang dihubungi wartawan malah memblokir nomor telepon. Tindakan tidak kooperatif ini menambah tanda tanya publik, mengingat bansos menyangkut hak dasar masyarakat miskin.
Berdasarkan informasi yang diterima, ratusan KPM di Kecamatan Jayakerta diblokir karena terindikasi judi online (judol). Namun, muncul pula dugaan adanya praktik monopoli pengelolaan agen BNI di tingkat desa yang disebut-sebut dikendalikan oleh oknum perangkat desa berkolaborasi dengan oknum PSM. Dugaan ini memicu keresahan warga karena berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan penyalahgunaan wewenang.
“Akif da a,” ucap salah seorang pejabat di Kecamatan Jayakerta singkat. “Saya juga agak kaget, kuat-kuatnya delapan desa disatukan, padahal info jadwalnya cuma dua hari,” tambahnya.
Langkah Kasi Kesos yang menutup ruang konfirmasi publik dinilai sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab. Padahal, sebagai pejabat publik, sudah seharusnya ia terbuka dan transparan dalam memberikan keterangan, terlebih menyangkut hajat hidup masyarakat banyak.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kecamatan Jayakerta maupun Bank BNI belum memberikan penjelasan resmi terkait alasan pemblokiran KPM, dugaan monopoli agen, maupun penyebab kekacauan distribusi bansos di lapangan. (Yusup)