KARAWANG, NarasiKita.ID – Dugaan praktik kotor dalam pengadaan proyek menyeruak dari tubuh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karawang. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada dugaan pemecahan paket proyek jalan di ruas Johar–Rengasdengklok yang diduga dilakukan untuk menghindari proses lelang terbuka. Dalih efisiensi justru membuka celah praktik korupsi.
Bendahara Forum Karawang Utara Bergerak (FKUB), Sudar Uday Subarna, mengungkapkan temuan dua proyek dengan nama berbeda, namun secara teknis dan administratif nyaris identik. Kedua proyek tersebut berada di lokasi yang sama, waktu pelaksanaan berdekatan, bersumber dari anggaran yang sama (PAD Karawang 2025), dan masing-masing memiliki nilai kontrak mendekati ambang batas maksimal pengadaan langsung sebesar Rp200 juta.
“Ini jelas bukan kebetulan. Nilai proyek didekatkan ke batas maksimal pengadaan langsung, lokasi dan jenis pekerjaannya nyaris sama, dan yang paling penting: tidak ada proses tender. Ini bukan pelanggaran biasa, ini indikasi kuat penyalahgunaan kewenangan,” tegas Uday, Rabu (11/06/2025).
Dua Proyek, Satu Niat?
•Rekonstruksi Jalan Johar–Rengasdengklok
•Volume: 44 meter × 6 meter
•Nilai: Rp188.972.000
•Pelaksana: CV. Bangun Cipta Perkasa
•Peningkatan Jalan Johar–Rengasdengklok
•Volume: 2 × 40 meter (lebar 0,5 m) dan 38 meter (lebar 6 m)
•Nilai: Rp189.919.000
•Pelaksana: CV. Mandiri Jaya Laksana
“Jangan-jangan ini modus. Proyek dibelah, namanya dibedakan, nilainya dimain-mainkan agar tetap di bawah radar tender. Ini manipulasi yang sudah sistemik,” ujarnya.
Uday menambahkan, praktik semacam ini diduga melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018.
“Pasal 20 ayat (1) huruf e secara tegas melarang pemecahan paket untuk menghindari tender. Sementara Pasal 12 ayat (3) membatasi nilai maksimal pengadaan langsung untuk pekerjaan konstruksi sebesar Rp200 juta,” jelasnya.
Lebih jauh, uday juga mengungkapkan bahwa apabila terbukti ada unsur kesengajaan, maka pihak yang terlibat dapat dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara.
“Ini bukan lagi soal administrasi. Jika ada niat menghindari proses tender secara sistematis, maka ini adalah bentuk korupsi berbasis regulasi. Diam-diam, rapi, dan terstruktur,” ungkapnya.
Uday menegaskan, publik berhak mengetahui bagaimana uang daerah digunakan. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan internal dan meminta Inspektorat, APIP, serta aparat penegak hukum tidak tinggal diam terhadap praktik-praktik semacam ini.
“Kalau aparat hanya menunggu laporan, lalu siapa yang melindungi uang rakyat? Proyek jalan seharusnya memperbaiki infrastruktur, bukan mempertebal kantong oknum,” tandasnya.
Sebagai informasi yang dihimpun NarasiKita.ID melalui situs resmi Sirup LKPP, proyek peningkatan Jalan Johar–Rengasdengklok menunjukkan bahwa proyek tersebut terbagi dalam empat paket pengadaan langsung, masing-masing senilai Rp190 juta:
1. Peningkatan Jalan Johar – Rengasdengklok Segmen Karawang Wetan – Rp190.000.000 (RUP 54595383)
2. Peningkatan Jalan Johar – Rengasdengklok Segmen KW 7, Karawang Barat – Rp190.000.000 (RUP 58985576)
3. Peningkatan Jalan Johar – Rengasdengklok Segmen KW 7–KW 8 – Rp190.000.000 (RUP 58997443)
4. Peningkatan Jalan Johar – Rengasdengklok Segmen Jalan Veteran – Rp190.000.000 (RUP 59030309)
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas PUPR Karawang, Rusman Kusnadi, belum memberikan pernyataan resmi. Padahal, sebelumnya redaksi NarasiKita.ID telah berupaya menghubungi dan mendatangi kantor Dinas PUPR Karawang guna mendapatkan klarifikasi ataupun penjelasaan terkait dugaan pemecahan paket proyek peningkatan jalan johar – rengasdengklok. (Yusup)