KARAWANG, NarasiKita.ID — Proyek pembangunan/rehabilitasi gedung kantor Kecamatan Pedes yang menelan anggaran Rp 3,226 miliar dari APBD Kabupaten Karawang Tahun 2025 menuai sorotan.
Pasalnya, sejumlah pekerja di lokasi proyek kedapatan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) saat bekerja. Pemandangan itu menimbulkan dugaan kuat adanya kelalaian fatal dan lemahnya pengawasan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Karawang selaku penanggung jawab kegiatan.
Ironis, proyek pemerintah yang seharusnya menjadi contoh penerapan standar keselamatan kerja (K3) justru terlihat seperti pekerjaan liar tanpa aturan. Pekerja tampak bebas beraktivitas tanpa helm, sepatu safety, atau rompi pelindung. Tidak ada tanda-tanda keberadaan petugas pengawas lapangan dari dinas yang seharusnya memastikan setiap aktivitas di lokasi sesuai aturan K3.
Diketahui, proyek tersebut dikerjakan oleh PT Cemerlang Bangun Perkasa Sejahtera dengan masa pelaksanaan 180 hari kalender. Namun, papan proyek yang mencantumkan DPUPR Karawang sebagai penanggung jawab justru tidak diimbangi dengan kehadiran pengawas dinas yang aktif memantau pekerjaan di lapangan.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris DPD Gerakan Militansi Pejuang Indonesia (GMPI) Karawang, Anggadita, angkat bicara dan mengecam keras lemahnya fungsi pengawasan dari DPUPR.
“Ini bukan proyek kecil. Nilainya miliaran rupiah dari uang rakyat! Tapi pelaksanaannya seperti proyek tanpa aturan. Pekerja tidak memakai APD, Jangan-jangan para pekerja juga tidak dicover jaminan BPJS-nya, dan penggunaan listriknya pun patut dipertanyakan. DPUPR Karawang di mana? Jangan cuma bisa tanda tangan kontrak dan seremonial, tapi di lapangan nihil pengawasan!” tegas Angga kepada NarasiKita.ID, Kamis (16/10/2025).
Ia menilai kondisi di lapangan mencerminkan kelalaian struktural, bukan sekadar kesalahan teknis.
“Kalau hal mendasar seperti keselamatan kerja saja diabaikan, bagaimana publik bisa percaya proyek itu sesuai spesifikasi dan aturan?,” tanya angga
Selain aspek keselamatan kerja, Anggadita juga menyoroti dugaan penggunaan listrik ilegal di lokasi proyek. Menurutnya, aliran listrik yang digunakan diduga bukan sambungan resmi proyek, melainkan memanfaatkan jaringan sekitar tanpa izin dan tanpa kejelasan tagihan.
“Kalau benar listriknya bukan dari sambungan resmi proyek, ini bukan hanya pelanggaran etika kerja, tapi bisa masuk ranah hukum karena menyangkut penyalahgunaan fasilitas publik,” tandasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak DPUPR Karawang, pengawas dinas, maupun pelaksana proyek belum dapat dikonfirmasi untuk memberikan klarifikasi resmi mengenai hal tersebut. (Yusup)