Beranda Nasional MA Tegaskan Kuitansi Tak Serta-Merta Jadi Bukti Sah Perdata

MA Tegaskan Kuitansi Tak Serta-Merta Jadi Bukti Sah Perdata

JAKARTA, NarasiKita.ID – Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) menegaskan bahwa kuitansi tidak otomatis dapat dijadikan alat bukti yang sah dan sempurna dalam perkara perdata. Hal ini dikuatkan melalui Yurisprudensi MA Nomor 102 K/Sip/1972, yang menekankan pentingnya keterlibatan aktif kedua belah pihak dalam dokumen kuitansi agar sah secara hukum.

Dalam sistem pembuktian hukum perdata Indonesia, pembuktian tidak bertumpu pada keyakinan hakim melainkan pada alat bukti formil, sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR/Pasal 284 Rbg/Pasal 1866 KUHPerdata. Alat bukti meliputi surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Sementara itu, surat sebagai alat bukti diklasifikasikan menjadi akta autentik dan akta di bawah tangan.

Berita Lainnya  DPRD Karawang Fasilitasi RDP Terkait Tuntutan Pengangkatan Penyuluh Pertanian Non-ASN Menjadi P3K

Akta autentik, menurut Pasal 165 HIR/Pasal 285 Rbg, merupakan alat bukti sempurna yang mengikat para pihak serta dibuat oleh pejabat yang berwenang. Sementara itu, akta di bawah tangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1874 KUHPerdata, adalah surat yang dibuat tanpa melibatkan pejabat umum.

Namun, menurut Putusan MA Nomor 102 K/Sip/1972, surat berupa kuitansi tidak dapat serta-merta dianggap sebagai akta di bawah tangan jika hanya ditandatangani oleh satu pihak. Agar memiliki kekuatan pembuktian sempurna, harus terdapat tulisan tangan dari pihak penerima atau minimal tanda tangan kedua belah pihak yang menunjukkan adanya kesepakatan atas jumlah uang yang diterima.

Berita Lainnya  Forum Karawang Utara Bergerak Dukung Carum Maju sebagai Calon Ketua PPDI Karawang

“Surat berbentuk kuitansi bukanlah ikatan di bawah tangan apabila hanya satu pihak yang menulis atau menandatangani, tanpa adanya persetujuan tertulis atau tanda tangan dari pihak lainnya,” demikian bunyi pertimbangan majelis hakim dalam putusan yang dipimpin oleh R. Sardjono, S.H., dengan anggota Bustanul Arifin, S.H. dan Indroharto, S.H., pada 23 Juli 1973.

Putusan ini telah ditetapkan sebagai yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI, dan dimuat dalam buku Rangkuman Yurisprudensi MA RI seri Hukum Perdata dan Acara Perdata.

Senada dengan itu, dalam Putusan MA Nomor 290 K/Sip/1973, Mahkamah menegaskan bahwa pembuktian dalam perkara perdata tidak memerlukan keyakinan hakim, melainkan cukup didasarkan pada alat-alat bukti yang sah secara formil.

Berita Lainnya  Drainase Asal Jadi, Pengawasan Lemah: FKUB Siap Tempuh Jalur Hukum Soal Proyek di Kecamatan Jayakerta

Dengan demikian, pemahaman masyarakat maupun praktisi hukum mengenai kekuatan pembuktian kuitansi dalam perkara perdata perlu diluruskan. Tidak semua kuitansi dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti kuat, kecuali memenuhi syarat formil sebagaimana ditegaskan dalam yurisprudensi Mahkamah Agung.

Sumber : Humas MA

Bagikan Artikel