KARAWANG, NarasiKita.ID — Pekerjaan pembangunan infrastruktur drainase di Kecamatan Jayakerta, Kabupaten Karawang, kembali disorot. Dugaan pelanggaran teknis terungkap pada dua proyek drainase yang saat ini sedang berjalan di Desa Makmurjaya dan Desa Kemiri. Proyek-proyek yang seharusnya memberi manfaat jangka panjang bagi masyarakat justru diduga dikerjakan secara asal-asalan, memunculkan potensi kerugian negara dan pemborosan anggaran.
Pantauan di lapangan menemukan pelaksanaan pekerjaan dilakukan tanpa penggalian pondasi yang memadai. Batu belah dipasang langsung di atas tanah dan dipasang dalam kondisi saluran air masih tergenang, bahkan tumpang tindih diatas bangunan yang sebelumnya. Praktik ini jelas tidak sesuai dengan ketentuan teknis konstruksi saluran air yang berlaku.
“Seharusnya Dikeringkan Dulu”
Dahlan, salah satu pengawas dari Dinas PUPR Karawang saat dihubungi NarasiKita.ID pada Sabtu (31/05) menjelaskan bahwa dalam teknis pembangunan drainase, pemasangan batu belah harus diawali dengan penggalian pondasi dan penambahan lapisan pasir atau adukan semen.
“Pemasangan batu belah itu minimal harus dikasih pasir, maksimal harus pakai adukan dulu,” ungkap Dahlan.
Ia juga menegaskan bahwa pengerjaan tidak boleh dilakukan jika saluran masih tergenang air.
“Harus dikeringkan dulu. Kalau tidak pakai alkon, bisa dibendung tiap 10 meter. Baru setelah itu dikerjakan,” tambahnya.
Namun, di lapangan justru menunjukkan pekerjaan berlangsung dalam kondisi air menggenang tanpa upaya pengeringan dan pemasangan batu belah dilakukan sembarangan, tanpa dasar dan adukan yang memadai serta tumpang tindih dengan bangunan yang sebelumnya sudah ada.
Nilai Proyek Capai Hampir Rp 190 Juta
Dua proyek yang menjadi sorotan berlokasi di:
•Jalan Desa Makmurjaya, Desa Makmurjaya, dengan volume pekerjaan 2 x 160 meter dan tinggi 0,90 meter. Proyek ini menelan anggaran sebesar Rp 188.978.000, bersumber dari APBD Tahun 2025.
•Dusun Sukajaya RT 012/003, Desa Kemiri, dengan volume 2 x 172,50 meter dan tinggi 0,80 meter. Nilai kontrak proyek ini Rp 188.951.000, juga dari APBD 2025.
Kedua proyek tersebut dikerjakan oleh kontraktor yang sama, CV. Defandra Pratama Putra, yang beralamat di Kelurahan Nagasari, Karawang Barat. Menariknya, meski volume dan spesifikasi sedikit berbeda, selisih nilai kontrak hanya Rp 27.000, hal yang patut dicermati lebih dalam oleh pihak pengawas dan aparat penegak hukum.
Masyarakat Minta Audit dan Evaluasi
Kondisi tersebut menimbulkan kecurigaan masyarakat dari Pemuda Akademisi Karawang Utara (PAKU) yang akan melayangkan surat audensi kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruangan (DPUPR) di Bidang Sumber Daya Air (SDA) bahwa proyek ini jangan sampai hanya dijadikan ajang formalitas untuk menyerap anggaran, tanpa niat menghadirkan kualitas. Praktik semacam ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga masyarakat yang akan kembali terdampak saat saluran tidak berfungsi dengan baik.
Diharapkan, pihak terkait seperti Inspektorat, DPRD, maupun penegak hukum dapat segera turun tangan mengaudit pelaksanaan kedua proyek tersebut. Proyek yang dibiayai oleh uang rakyat semestinya memberi manfaat optimal, bukan sekadar formalitas serapan anggaran. (Yusup)