KARAWANG, NarasiKita.ID – Ironi sejarah kembali tersaji di jantung perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Gedung eks Kewedanaan Rengasdengklok saksi bisu pengasingan Bung Karno dan Bung Hatta sebelum Proklamasi kini dibiarkan lapuk, terendam banjir, dan nyaris ambruk.
Setiap hujan deras mengguyur, air mengepung kawasan tersebut. Namun yang lebih menyakitkan dari banjir adalah banjir ketidakpedulian dari Pemerintah Kabupaten Karawang.
Sudah bertahun-tahun masyarakat Rengasdengklok meneriakkan tuntutan revitalisasi total gedung bersejarah itu. Tapi dari satu bupati ke bupati berikutnya, tidak ada satu pun yang serius menunaikan tanggung jawab sejarah. Yang terdengar hanya janji, sementara bangunan terus membusuk.
Tokoh Masyarakat Rengasdengklok sekaligus Humas Forum Karawang Utara Bergerak (FKUB) Koko Baraya, menyatakan kekecewaan mendalam.
“Kami muak dibohongi. Ini bukan sekadar bangunan tua. Ini simbol sejarah! Di sini Merah Putih pertama kali berkibar! Di sini Bung Karno dilarikan dari Jakarta yang kacau. Tapi apa balasan Pemkab Karawang? Dibiarkan hancur!” kata Koko Baraya kepada NarasiKita.ID, Selasa(01/07/2025).
Selain itu, ia bahkan mempertanyakan posisi Rengasdengklok di mata Pemkab Karawang.
“Sebenarnya salah apa Rengasdengklok? Kenapa pembangunan selalu mandek di sini? Apa harus kami memisahkan diri dari Kabupaten Karawang dulu, baru kalian sadar kota ini ada?” tanya Koko.
Gedung eks Kewedanaan Rengasdengklok bukan hanya saksi sejarah, tapi seharusnya menjadi ikon nasionalisme dan pusat edukasi generasi bangsa. Sayangnya, yang tersisa hari ini hanyalah dinding lapuk, atap bocor, dan halaman berlumpur.
Lebih lanjut, ia pun mendesak Pemkab Karawang tidak boleh lagi bersembunyi di balik studi kelayakan, kajian teknis, atau alasan klasik keterbatasan anggaran. Revitalisasi harus dimulai sekarang bukan besok, bukan tahun depan.
“Kalau Pemkab Karawang tidak punya rasa hormat terhadap sejarah bangsa sendiri, bagaimana bisa bicara soal pembangunan daerah?” tandasnya. (Yusup)