KARAWANG, NarasiKita.ID — Polemik penyaluran Bantuan Langsung Tunai Sementara Kesejahteraan Rakyat (BLTS Kesra) di Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, terus bergulir. Setelah Ketua DPC GMPI Rengasdengklok, Mista alias Bang Are, menyoroti dugaan ketidaktransparanan, kini giliran Bagian Tim Investigasi GMPI, Ahmad Yusup, yang bersuara lantang dan menegaskan akan mengambil langkah resmi.
Ahmad Yusup menyatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan surat permohonan audiensi kepada Bidang Kesejahteraan Sosial (Kesos) Kecamatan Rengasdengklok, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), serta Kantor Cabang Pembantu (KCP) Pos Rengasdengklok, untuk meminta penjelasan terbuka mengenai mekanisme penyaluran dan pendataan penerima BLTS Kesra.
“Kami akan layangkan surat resmi dan meminta audiensi terbuka. Sudah cukup masyarakat dibungkam dengan dalih administrasi. Ini uang negara, bantuan rakyat, dan harus dikelola secara transparan,” tegas Ahmad Yusup, dalam keterangannya kepada NarasiKita.ID (28/11/2025).
Menurutnya, selama proses penyaluran bantuan berlangsung, tidak ada satu pun desa di Rengasdengklok yang mempublikasikan daftar penerima bantuan sebagaimana diatur dalam regulasi.
Hal ini, kata Yusup, menimbulkan kecurigaan kuat dugaan adanya manipulasi data dan potensi penyimpangan distribusi.
“Kami menduga ada permainan data di balik meja. Beberapa warga miskin tidak tercatat, sementara yang secara ekonomi mampu justru menerima bantuan. Ini jelas aneh dan mencederai rasa keadilan sosial,” ujarnya.
Yusup menegaskan bahwa GMPI Rengasdengklok tidak akan tinggal diam terhadap praktik yang menabrak prinsip keterbukaan publik. Ia menilai pihak-pihak terkait, mulai dari Kesos Kecamatan, TKSK, hingga Kantor Pos sebagai pelaksana penyaluran, harus bertanggung jawab secara moral dan administratif.
Ia mengutip UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juga mengatur bahwa informasi terkait penerima bantuan sosial termasuk informasi publik yang harus diumumkan secara berkala.
“Kami paham aturan perlindungan data pribadi, tapi jangan disalahgunakan untuk menutupi data publik. Yang dilarang itu memajang NIK dan alamat lengkap, bukan nama dan RT penerima bantuan. Pemerintah harusnya tahu bedanya,” tandas Yusup.
Ia juga menyinggung peran TKSK yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memastikan pendataan yang akurat dan transparan, bukan justru menjadi bagian dari lingkaran yang menutupi informasi.
“TKSK dan pihak Pos jangan hanya jadi pelaksana teknis yang asal menyalurkan. Mereka harus ikut memastikan kejelasan data, sebab setiap rupiah dari program bantuan sosial adalah amanah rakyat,” ujarnya.
Ahmad Yusup memastikan, hasil audiensi nanti akan dijadikan dasar laporan resmi ke Dinas Sosial Kabupaten Karawang dan Inspektorat Daerah, apabila ditemukan indikasi pelanggaran administratif maupun penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan BLTS Kesra.
“GMPI bukan datang untuk gaduh, tapi untuk memastikan rakyat kecil tidak terus jadi korban data. Kami akan kawal sampai tuntas. Kalau data benar, tunjukkan. Kalau ada yang bermain, kami bongkar,” tegasnya. (red)


























