KARAWANG, NarasiKita.ID – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang menyoroti maraknya perumahan yang ditinggalkan pengembang dan menimbulkan berbagai persoalan lingkungan serta aset daerah. Berdasarkan data terbaru, terdapat 65 perumahan di Kabupaten Karawang yang dikategorikan terlantar akibat ditinggalkan oleh pengembangnya.
Wakil Bupati Karawang, Maslani, mengatakan kondisi ini telah menimbulkan banyak keluhan dari warga, mulai dari kerusakan jalan, drainase yang tak terurus, fasilitas umum mangkrak, hingga ketidakjelasan status aset PSU (Prasarana, Sarana, dan Utilitas) serta sertifikat kepemilikan (SHM).
“Ini tidak boleh dibiarkan. Warga yang tinggal di kawasan tersebut berhak mendapatkan lingkungan yang layak. Ketika pengembang meninggalkan kewajibannya, pemerintah harus hadir,” tegas Maslani saat ditemui di Kantor Bupati Karawang, Rabu (3/12/2025).
Menurutnya, dari total 473 perumahan yang terdata di Kabupaten Karawang, sebanyak 275 perumahan telah menyerahkan PSU, 181 perumahan masih berproses, dan 65 perumahan masuk kategori terlantar karena ditinggalkan pengembang.
Maslani menilai, keberadaan perumahan terlantar ini bukan hanya menghambat penataan permukiman, tetapi juga menimbulkan ketimpangan kualitas lingkungan antarwilayah. Ia menyebut, tidak sedikit pengembang yang kini sulit dilacak, sudah tidak beroperasi, atau meninggalkan proyek sebelum menyelesaikan kewajibannya.
“Pertumbuhan perumahan di Karawang memang sangat pesat, tetapi tidak semua berjalan sesuai aturan. Ada yang patuh, namun ada pula yang meninggalkan beban kepada masyarakat,” ujarnya.
Roadmap Penyelesaian PSU Tahun 2026
Sebagai langkah konkret, Pemkab Karawang tengah menyiapkan roadmap percepatan penyelesaian PSU tahun 2026. Rencana ini meliputi penguatan tim verifikasi PSU, penelusuran pengembang bermasalah, penataan aset, serta kajian skema pengambilalihan pengelolaan kawasan terlantar oleh pemerintah daerah secara bertahap.
“Tujuan kita jelas, tidak boleh ada warga Karawang yang tinggal di lingkungan tidak layak hanya karena pengembang meninggalkan tanggung jawabnya,” tutup Maslani.
BPK: Pengelolaan Aset PSU Karawang Masih Bermasalah
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 28A/LHP/XVIII.BDG/05/2023 atas Laporan Keuangan Pemkab Karawang Tahun Anggaran 2022 mengungkapkan lemahnya pengelolaan aset tetap berupa PSU oleh pemerintah daerah.
BPK mencatat, ratusan perumahan di Karawang belum menyerahkan aset PSU kepada Pemkab, sebagian baru diserahkan sebagian, dan banyak yang belum memiliki sertifikat kepemilikan.
Pada pemeriksaan lanjutan tahun 2023, kondisi serupa masih ditemukan. Dari 442 perumahan yang tercatat di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Karawang:
- 230 perumahan dengan luas total 432.960 m² belum menyerahkan aset PSU;
- 58 perumahan ditinggalkan pengembang;
- 172 perumahan masih dalam proses melengkapi dokumen serah terima.
Sementara dari 212 perumahan yang telah menyerahkan PSU, hanya sebagian aset yang benar-benar diserahkan secara lengkap, yaitu:
- 21 perumahan menyerahkan fasos/fasum;
- 152 perumahan menyerahkan tanah pemakaman umum.
Lebih memprihatinkan, 97 aset PSU senilai Rp277,74 miliar belum memiliki bukti kepemilikan sah, yang terdiri atas:
- 30 aset fasos/fasum seluas 978.548 m² senilai Rp254,88 miliar; dan
- 67 aset TPU seluas 248.615 m² senilai Rp22,85 miliar.
BPK menilai, ketiadaan sertifikat dan pencatatan resmi ini berpotensi menimbulkan penguasaan oleh pihak lain atau alih fungsi lahan secara ilegal. Dinas PRKP juga belum memiliki database komprehensif dan data spasial yang akurat. Dari hasil uji petik terhadap 64 aset PSU yang diserahkan, 28 di antaranya belum memiliki siteplan, bahkan banyak lokasi hanya dicatat sebatas nama desa tanpa koordinat atau batas yang jelas.
Regulasi Diabaikan, Aset Publik Terancam Hilang
Kondisi ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan PSU Perumahan dan Permukiman di Daerah, yang mengamanatkan agar pengembang menyerahkan PSU paling lambat satu tahun setelah masa pemeliharaan berakhir. Bila pengembang menelantarkan, pemerintah daerah wajib membuat berita acara perolehan dan mendaftarkan hak atas tanah ke BPN.
Namun hingga akhir 2023, Pemkab Karawang belum memiliki peta jalan dan strategi penyelesaian yang terukur. Akibatnya, BPK menilai muncul sejumlah risiko serius, di antaranya:
- Aset tanah PSU seluas 432.960 m² belum tercatat sebagai Barang Milik Daerah (BMD);
- Tanah PSU senilai Rp195,2 miliar belum bersertifikat;
- Sebagian aset tanpa siteplan, sehingga tidak diketahui luas dan batasnya.
BPK menyimpulkan bahwa lemahnya langkah Pemkab Karawang dalam penataan dan sertifikasi aset PSU menunjukkan minimnya kebijakan strategis dari pimpinan daerah dalam mengamankan aset publik.
Rekomendasi BPK
Dalam laporannya, BPK merekomendasikan agar Bupati Karawang segera menyusun dan menetapkan roadmap penyelesaian PSU yang komprehensif, mencakup:
- Inventarisasi seluruh PSU di Kabupaten Karawang;
- Verifikasi dan validasi aset PSU yang telah diserahkan;
- Penertiban sertifikasi dan pencatatan aset PSU;
- Pengambilalihan aset terlantar dari pengembang yang tidak aktif.
BPK juga memberikan batas waktu 60 hari sejak LHP diterima untuk melaksanakan tindak lanjut, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. (Yusup)


























