BEKASI, NarasiKita.ID – Ketua Umum Lembaga Masyarakat Pemantau Keuangan Negara (PKN), Patar Sihotang, SH, MH, melontarkan kritik keras terhadap langkah Inspektorat Kabupaten Karawang yang terus ngotot menolak keterbukaan informasi publik. Setelah gugatan mereka ditolak oleh PTUN Bandung, Inspektorat diduga masih ngotot mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung hanya untuk menolak putusan Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat (KIP Jabar) yang memerintahkan mereka membuka data publik.
PKN menilai, langkah hukum beruntun yang diambil Inspektorat ini bukan lagi soal perbedaan tafsir atas aturan, tetapi bentuk nyata perlawanan terhadap semangat keterbukaan dan akuntabilitas keuangan negara.
“Apa yang sedang disembunyikan Inspektorat Karawang? Kenapa mati-matian menolak membuka informasi yang seharusnya bisa diakses publik? Dugaan kami, ada borok anggaran yang mereka takutkan terbongkar,” tegas Patar, dalam keterangan tertulisnya kepada NarasiKita.ID, Rabu (11/06/2025).
Kemudian, Patar juga menyampaikan sebagai badan publik yang justru bertugas mengawasi keuangan daerah, tindakan Inspektorat Karawang disebut sebagai ironi besar alih-alih transparan, mereka malah berlindung di balik prosedur hukum untuk menutup informasi dari masyarakat. Padahal, informasi yang disengketakan diduga erat kaitannya dengan penggunaan anggaran yang bersumber dari uang rakyat serta mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun.
“Sudah jelas PTUN Bandung sendiri telah menolak gugatan mereka, namun alih-alih menghormati hukum dan tunduk pada prinsip keterbukaan sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Inspektorat justru memilih jalan kasasi atau ini sebagai sinyal kuat bahwa ada manipulasi atau penyimpangan yang ingin disembunyikan. Oleh karena itu, kami mendesak KPK untuk segera turun. Ini sudah bukan sekadar sengketa informasi. Ini bisa jadi pintu masuk pengungkapan dugaan korupsi di tubuh Inspektorat Karawang,” ujar Patar.
Ia mengingatkan bahwa UU KIP, khususnya Pasal 52, secara tegas memberikan sanksi pidana bagi pejabat publik yang dengan sengaja menghalangi akses informasi. Maka dari itu, langkah kasasi Inspektorat bukan hanya defensif tetapi bisa dikategorikan sebagai bentuk obstruction of justice terhadap hak publik untuk tahu.
Lebih lanjut, PKN juga menyoroti lemahnya kontrol dari sistem pengawasan internal pemerintah. Bukannya menjadi garda depan dalam menjaga integritas keuangan daerah, Inspektorat justru tampil sebagai aktor yang mencurigakan. Dalam konteks ini, publik patut mempertanyakan siapa yang sebenarnya sedang dilindungi oleh Inspektorat: rakyat atau oknum?
“Kalau KPK masih menunggu laporan resmi, kami siap layangkan. Tapi sejujurnya, fakta perlawanan terbuka terhadap putusan informasi ini saja sudah cukup jadi alasan untuk menyelidiki. Jangan tunggu busuknya kebijakan meledak baru turun tangan,” ungkapnya.
Ketua PKN juga berharap kasus ini menjadi momentum koreksi keras bagi seluruh badan publik yang selama ini abai terhadap keterbukaan.
“Jangan sampai aparat hukum dan lembaga negara terus membiarkan manuver seperti ini, maka kepercayaan publik terhadap sistem akan runtuh semakin dalam,” tandasnya. (red)