KARAWANG, NarasiKita.ID – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Karawang menjadi sorotan tajam. Sejumlah proyek fisik di wilayah Karawang Utara diduga kuat dipecah-pecah untuk menghindari mekanisme lelang terbuka. Forum Karawang Utara Bergerak (FKUB) menyebut praktik ini sebagai bentuk manipulasi anggaran yang merugikan keuangan negara dan melecehkan akal sehat publik.
Ketua FKUB, Angga Dhe Raka, secara tegas menyatakan bahwa pihaknya akan segera melayangkan surat audiensi resmi kepada Dinas PUPR Karawang. Tak hanya itu, FKUB juga bersiap melaporkan dugaan skandal ini ke aparat penegak hukum (APH) sebagai bentuk perlawanan terhadap praktik pengadaan yang diduga sarat penyimpangan.
“Ini bukan sekadar proyek rusak, ini mekanisme korupsi yang dibungkus rapih dalam pengadaan langsung. Rakyat Karawang dibodohi dengan proyek setengah jadi, nilai hampir Rp200 juta, tapi kualitasnya ambruk seperti itu,” kecam Angga, Jumat (13/06/2025).
Proyek Ambruk, Integritas Pemerintahan Ikut Runtuh
Sorotan publik mencuat dari kerusakan parah proyek rehabilitasi bendung irigasi dan saluran drainase di Dusun Peundeuy, RT 16 RW 06, Desa Ciptamarga, Kecamatan Jayakerta. Proyek yang rampung akhir 2024 itu kini sudah hancur yang menyebabkan ratusan juta rupiah anggaran daerah melayang sia-sia, sehingga FKUB menilai telah terjadi tindak pidana korupsi pada kegiatan proyek pembangunan tersebut.
“Ingat untuk proyek yang ambruk masa pemeliharaan pekerjaan itu sudah habis dan dirasa selama ini tidak ada itikad baik dari Dinas PUPR maupun Pelaksana pada saat itu (Masa Pemeliharaan-red) untuk memperbaiki pekerjaan yang ambruk dan terkesan dibiarkan sampai saat ini. Dan proyek ambruk atau rusak ini pun diduga tidak menjadi temuan BPK,” ujarnya.
Namun, penelusuran NarasiKita.ID menemukan kejanggalan yang jauh lebih serius proyek di lokasi yang sama, dengan nilai dan waktu pelaksanaan yang hampir identik, diduga dipecah secara sengaja agar bisa dikerjakan melalui jalur pengadaan langsung:
• Rehabilitasi Jaringan Irigasi D.I. Cipucung, D.I. Tonjong, dan D.I. Cibarengkok
• Pembangunan Jaringan Irigasi D.I. Cipucung, D.I. Tonjong, dan D.I. Cibarengkok
• Peningkatan Jalan Kampungsawah – Gempolkarya
• Peningkatan Jalan Kampungsawah – Kemiri Desa Ciptamarga
• Peningkatan Jalan Kampungsawah – Kemiri Desa Kemiri
• Peningkatan Jalan Kemiri – Kampungsawah (lanjutan)
Johar–Rengasdengklok: Dua Proyek, Satu Akal-akalan
Selanjutnya, modus serupa terjadi pada dua proyek peningkatan jalan di ruas Johar–Rengasdengklok. Meski menggunakan nomenklatur berbeda, dua paket ini dikerjakan di lokasi yang sama, pada waktu yang nyaris bersamaan, oleh dua kontraktor berbeda, dengan nilai mendekati ambang batas pengadaan langsung:
• Rekonstruksi Jalan Johar–Rengasdengklok Volume: 44 m × 6 m | Nilai: Rp188.972.000 | Pelaksana: CV. Bangun Cipta Perkasa
• Peningkatan Jalan Johar–Rengasdengklok Volume: 2 × 40 m (lebar 0,5 m) dan 38 m (lebar 6 m) | Nilai: Rp189.919.000 | Pelaksana: CV. Mandiri Jaya Laksana
“Beda nama, bagi volume, beda CV tapi tetap satu proyek yang dipecah. Ini rekayasa administratif untuk mempermainkan sistem pengadaan, dan publik Karawang harus tahu,” tegas Angga.
FKUB: Pecah Proyek Adalah Kejahatan Anggaran
FKUB menilai, praktik ini bukan lagi soal teknis pengadaan, tapi sudah masuk ke ranah dugaan tindak pidana korupsi yang terstruktur, sistematis, dan masif. Mereka mendesak Kejaksaan Negeri Karawang hingga Inspektorat Karawang serta DPRD Karawang untuk segera turun melakukan audit.
“Kalau kepala daerah dan DPRD tidak bersikap, berarti mereka ikut menutup mata. Jangan biarkan uang rakyat dijadikan bancakan, cukup rakyat saja yang sengsara jangan infrastrukturnya juga!” pungkas Angga.
FKUB juga menyerukan agar semua data pengadaan proyek tahun anggaran 2024 dan 2025 dibuka ke publik, serta dilakukan audit investigatif terhadap seluruh proyek yang nilainya mendekati ambang pengadaan langsung. (Yusup)