KARAWANG, NarasiKita.ID – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia mengungkap sejumlah masalah fundamental dalam pengelolaan jalan oleh Pemerintah Kabupaten Karawang selama periode 2021 hingga Triwulan III 2023. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja BPK menyoroti bahwa perencanaan dan pelaksanaan preservasi jalan tidak didasarkan pada kondisi kerusakan riil di lapangan, mengakibatkan ratusan kilometer jalan dalam kondisi rusak berat tidak menjadi prioritas penanganan.
Berdasarkan LHP BPK Nomor 10/LHP/XVIII.BDG/01/2024 tertanggal 24 Januari 2024, ditemukan bahwa dari total anggaran preservasi jalan sebesar Rp 589,16 miliar selama periode 2021 hingga Triwulan III 2023, realisasinya mencapai Rp 499,07 miliar atau 84,71%. Namun, penyerapan anggaran yang tinggi ini tidak sejalan dengan efektivitas penanganan jalan rusak.
Temuan paling krusial adalah adanya 46 ruas jalan sepanjang 147,9 kilometer dengan tingkat kerusakan berat (antara 50% hingga 100%) yang justru tidak masuk dalam prioritas pembangunan dan preservasi jalan pada tahun 2022 dan 2023.
“Hasil perbandingan antara database kondisi jalan TA 2021 dengan daftar pelaksanaan pekerjaan jalan TA 2022 dan 2023 menunjukkan bahwa terdapat ruas jalan kabupaten yang kondisinya rusak berat di atas 50% pada Tahun 2022 dan 2023 tidak menjadi prioritas penanganan,” tulis BPK dalam laporannya.
Akar Masalah: Perencanaan Tanpa Data Akurat
BPK mengidentifikasi akar masalah terletak pada perencanaan yang lemah di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Plt. Kepala Dinas PUPR, diakui bahwa perencanaan pembangunan dan preservasi jalan tidak disusun berdasarkan kondisi riil jalan.
“Hal ini dikarenakan belum tersedianya database kondisi jalan yang mutakhir yang dapat dijadikan sebagai acuan,” ungkap laporan tersebut.
Dinas PUPR terbukti belum menyusun rencana tahunan preservasi jalan yang terintegrasi, mencakup pemeliharaan rutin, rehabilitasi, rekonstruksi, dan pelebaran jalan sesuai standar untuk mencapai umur rencana jalan.
Pengadaan Langsung dan Pengawasan Lemah
Masalah lain yang disorot adalah proses pengadaan dan pengawasan. Sebagian besar pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan dilakukan melalui proses pengadaan langsung. Dari tahun 2021 hingga Triwulan III 2023, terdapat total 2.406 paket pekerjaan yang dilakukan dengan metode ini.
BPK menemukan bahwa Dinas PUPR tidak menyusun spesifikasi teknis atau kriteria pelaksana untuk pekerjaan yang melalui pengadaan langsung. Akibatnya, informasi mengenai kualifikasi dan kompetensi penyedia jasa menjadi tidak jelas.
Dari sisi pengawasan, BPK menilai pelaksanaannya berpotensi tidak maksimal. Dinas PUPR hanya memiliki sekitar 40 hingga 50 orang pengawas lapangan yang harus mengawasi ribuan paket pekerjaan setiap tahunnya.
“Dengan cakupan pengawasan yang cukup banyak, pelaksanaan pengawasan dan pengendalian oleh pengawas lapangan berpotensi tidak maksimal,” simpul BPK.
Temuan-temuan ini menunjukkan adanya kelemahan sistemis dalam tata kelola penyelenggaraan jalan di Kabupaten Karawang, mulai dari tahap perencanaan yang tidak berbasis data, pelaksanaan pengadaan yang tidak terstandarisasi, hingga pengawasan yang tidak memadai. Hal ini pada akhirnya berdampak pada kualitas dan kuantitas jalan yang tidak optimal dirasakan oleh masyarakat. (ist/bpk)