Beranda Daerah Data BLT-S Karawang Dinilai Kacau, Praktisi Hukum: Dinsos Diduga Gagal Jalankan Fungsi...

Data BLT-S Karawang Dinilai Kacau, Praktisi Hukum: Dinsos Diduga Gagal Jalankan Fungsi dan Berpotensi Langgar Asas Keadilan

KARAWANG, NarasiKita.ID — Polemik penyaluran Bantuan Langsung Tunai Sementara (BLT-S) Kesejahteraan Rakyat di wilayah Karawang Utara terus bergulir. Setelah berbagai elemen masyarakat mendesak keterbukaan data penerima, kini giliran praktisi hukum yang angkat suara, menilai penyaluran bantuan tersebut penuh kejanggalan dan jauh dari asas keadilan sosial.

Praktisi hukum LBH Bumi Proklamasi, Syarif Husen, S.H., banyak menerima laporan informasi masyarakat yang mengeluhkan tidak pernah menerima bantuan, padahal secara ekonomi tergolong miskin dan layak dibantu. Sebaliknya, banyak penerima justru berasal dari kalangan mampu, memiliki aset, bahkan pekerjaan tetap.

“Ini bukan sekadar persoalan teknis, ini persoalan keadilan sosial dan tanggung jawab moral pemerintah. Kalau data penerima tidak diverifikasi secara benar, artinya Dinas Sosial gagal menjalankan fungsi. Saya akan dampingi rekan-rekan DPC Ormas GMPI Rengasdengklok dan Forum Pemuda Jayakerta Bersatu yang rencananya akan melakukan audiensi,” tegas Syarif kepada NarasiKita.ID, Sabtu (29/11/2025).

Syarif juga mempertanyakan hasil verifikasi dan validasi data yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten Karawang melalui para Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) di setiap desa. Ia menilai mekanisme pendataan di lapangan diduga dilakukan secara asal-asalan tanpa pengecekan langsung kondisi penerima.

Berita Lainnya  Anggota DPRD Bekasi Diduga Terlibat Pengeroyokan di Restoran Cikarang

“Kalau memang Dinsos sudah melakukan validasi, tunjukkan hasilnya. Jangan cuma berpatokan pada data lama atau daftar usulan tanpa verifikasi ulang,” ujarnya.

Desakan agar pemerintah membuka data penerima BLT-S secara transparan di setiap desa pun terus menguat, sejalan dengan prinsip keterbukaan informasi publik dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan sosial.

Polemik ini menambah panjang daftar persoalan BLT-S di wilayah Karawang Utara, khususnya di Kecamatan Rengasdengklok, Jayakerta, dan Tirtajaya, yang sebelumnya juga disorot karena dugaan tumpang tindih data dan ketidakjelasan kriteria penerima.

“Kalau memang bersih dan tidak ada yang disembunyikan, tidak perlu takut membuka data. Jangan dibiarkan masyarakat semakin apatis. Bantuan sosial yang seharusnya jadi alat pemerataan, malah berubah jadi sumber kecemburuan sosial,” ungkapnya.

Berita Lainnya  DPRD Karawang Tolak Pemotongan Santunan Korpri, Tegaskan Hak Pensiunan Rp14 Juta Harus Dibayar Penuh

Syarif menjelaskan, persoalan ini tidak hanya terkait teknis pendataan, tapi juga berpotensi melanggar hukum, terutama Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Menurutnya, masyarakat memiliki hak hukum untuk mengetahui siapa saja penerima bantuan sosial karena dana tersebut bersumber dari keuangan negara.

“Pasal 9 ayat (1) UU KIP menegaskan badan publik wajib mengumumkan informasi terkait program dan kegiatan, termasuk penerima bantuan sosial. Kalau data BLT-S ditutup-tutupi, itu sama saja dengan pelanggaran hukum,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pelanggaran terhadap asas keadilan sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 dan UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, yang menegaskan bahwa bantuan sosial harus diberikan berdasarkan prinsip keadilan, kepatutan, dan nondiskriminatif.

“Fakta bahwa banyak warga miskin tidak menerima bantuan sementara warga mampu justru mendapatkannya, adalah bentuk ketidakadilan sosial. Ini bisa dikategorikan sebagai penyimpangan kebijakan publik yang merugikan masyarakat,” tandasnya.

Berita Lainnya  PT MPP Didemo Ribuan Warga, Dituding Cemari Lingkungan dan Lakukan Pungli Rekrutmen

Sementara itu, dari sisi hukum administrasi pemerintahan, Syarif menilai kelalaian tersebut dapat digolongkan sebagai maladministrasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

“Masyarakat berhak melaporkan Dinsos Karawang ke Ombudsman jika merasa dirugikan. Karena maladministrasi itu meliputi penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang, dan pelayanan yang tidak sesuai prosedur hukum,” paparnya.

Lebih jauh, ia juga menyinggung potensi unsur pidana jika ditemukan indikasi penyelewengan atau penggelapan dana bantuan.

“Kalau ada unsur penyelewengan atau korupsi, maka harus ditindak tegas sesuai hukum pidana yang berlaku,” timpalnya.

Syarif mendesak Inspektorat Daerah dan Bupati Karawang untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap pelaksanaan BLT-S, mulai dari sumber anggaran, mekanisme penyaluran, hingga daftar penerima di tiap desa.

“Kalau pemerintah daerah tidak segera turun tangan, bukan tidak mungkin akan muncul laporan hukum dari masyarakat. Ini bukan hanya soal moralitas birokrasi, tapi potensi pelanggaran hukum yang nyata,” pungkasnya. (Yusup)

Bagikan Artikel